Header Ads

Santri Menyikapi Covid-19

Oleh: Gus Anas Farkhani*
Ketua Yayasan Al Manshur Popongan, Klaten
(ditulis dalam rangka memperingati Haul KH Manshur ke-66 dan Hari Santri Tahun 2020)

Rasulullah SAW membuat sebuah garis dengan tangannya seraya mengatakan inilah jalan Allah yang lurus. Lalu, di samping kiri dan kanan garis tadi, Rasul membuat garis-garis lain, lantas beliau berucap: Inilah berbagai jalan yang tiada satu jalan pun padanya melainkan setan pasti mengajak kearah jalan itu.

Kemudian Rasul membacakan:

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

wa anna haadzaa shiroothii mustaqiiman fattabi'uuh, wa laa tattabi'us-subula fa tafarroqo bikum 'an sabiilih, zaalikum washshookum bihii la'allakum tattaquun

"Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-An'am 6: Ayat 153)

Tetapi kenyataannya, banyak dari kita yang jatuh (secara sadar atau tidak sadar) tersesat dalam dua kutub ekstrem, ifrath dan tafrith.

Ifrath ialah sikap berlebih-lebihan dalam menjalankan agama. Contohnya ifrath dalam ibadah yaitu mewajibkan dirinya kepada sesuatu yang tidak pernah diwajibkan oleh Allah. Mengharamkan sesuatu untuk dirinya, padahal Allah tidak pernah mengharamkan untuknya.

Di kutub berseberangan adalah tafrith, sikap yang meremehkan (menyepelekan) perkara agama.

Keduanya, ifrath dan tafrith menjadi pangkal penyimpangan yang selalu menjadi penyebab rusak dan binasanya tatanan suatu kaum.

Maklumat Pondok Pesantren Al Manshur Popongan, Klaten mengenai Haul ke-66 Mbah Manshur 

Minggu depan, Hari Santri 22 Oktober Tahun 2020 ini, adalah spesial. Kita untuk pertama kalinya tidak dapat merayakan hari Santri seperti biasa. Bagi kami, di Pondok Pesantren Al Manshur pun demikian, tahun 2020 ini tepatnya 18 Oktober 2020/ 1 Rabiul Awwal 1442 H adalah rencana kali pertama kami memperingati Haul ke-66 Mbah Yai Manshur (kakek buyut) secara sederhana dan hanya untuk keluarga ndalem.

Akan sangat berbeda jika kami, membayangkan dengan tahun sebelumnya. Tahun 2019, di Solo ada puncak peringatan Hari Santri di Stadion Sriwedari, sebelumnya kirab santri yang dipimpin oleh Gus Muwafiq, poro Kiai, dan Gawagis se-Solo Raya dan ada Liga Santri. Di Popongan, rangkaian haul dan Hari Santri tahun 2019 yang sangat berdekatan membuat rangkaian acaranya cukup padat dan panjang selama satu minggu. Diawali dengan workshop kelas menulis untuk santri, lalu pemutaran film Jalan Dakwah Pesantren untuk santri dan masyarakat. Lalu dilanjutkan dengan pertemuan akbar Alumni Al Manshur yang berujung peresmian nama Himpunan Keluarga Alumni Al Manshur (Hikam) dan khitanan massal untuk 65 anak. Puncaknya adalah sema'an dan khataman Al Qur'an santri Popongan dilanjutkan Pengajian Akbar dengan Gus Muwafiq yang memberikan mauidhah hasanah. 

Saat ini, pandemi Covid-19 sudah sejak tahun lalu melanda dunia, dan sejak Maret melanda Nusantara. Sudah lebih kurang tujuh bulan, dan belum ada tanda membaik, terbukti kurva penyebaran belum stabil menurun.

Harus diakui, kedua kutub ifrath dan tafrith, tak hanya soal beragama. Tetapi juga melanda para santri dan gawagis (jika tak berkenan menyebut poro Kiai) secara umum di Indonesia dalam hal menyikapi Covid-19. 

Kutub ifrath cenderung memperlihatkan ketakutan, sehingga berlebihan dalam menjalankan protokol kesehatan. Menutup diri dari sosialisasi. Tak mau ketemu orang. Kutub tafrith cenderung meremehkan Covid-19 bahkan abai pada anjuran protokol kesehatan. Cuek.

Tengok di sekeliling kita, seberapa banyak dari kita yang jatuh (secara sadar atau tidak sadar) tersesat dalam dua kutub ekstrem, Ifrath dan Tafrith dalam hal menyikapi Covid-19. 

Rasul dan para ulama, pewaris para Nabi. Menuntun kita untuk berada (berikhtiar sekuat tenaga, hati, dan pikiran) dan berjalan di jalan yang lurus, tidak ekstrem. Begitulah sebaiknya kita memandang dan menyikapi Covid-19. Terlebih kita yang mengaku santri.

Hari Santri 2020 dan haul para muassis pondok se-Indonesia di era Pandemi (khusus untuk santri Popongan adalah Haul ke-66 Mbah Manshur) mengajak kita kembali, bukan untuk merayakan, pengajian, dan haul akbar, kirab akbar. dan lain sebagainya yang kolosal. Tetapi mengajak kita untuk memperingati ruh, isinya dari kedua peristiwa tadi.

Hari Santri merefleksikan kembali nilai-nilai Resolusi Jihad Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari yang membakar semangat perlawan terhadap penjajah, yang menuntun kepada peristiwa 10 Nopember. Haul para pendiri dan masyayikh pondok, merefleksi jalan dakwah terjal yang ditempuh beliau-beliau poro Alim dalam memulai dakwah, mendirikan pondok. Tirakat, riyadloh, dan ketawadlu'an beliau-beliau ingkang sampun kapundhutlah yang harus kita selami kembali. Kesederhanaan. Isi lebih penting daripada bungkus.

Niat baik ngurmat Mursyid, Guru memang mulia tetapi tidak pas jika kita paksakan dengan menggelar pengajian dan haul akbar di masa pandemi seperti ini. Tunjukkan njenengan (dan saya) bukan termasuk dalam kubu ifrath dan tafrith. Nanti, setelah pandemi ini selesai Insyaallah kondisi seperti tahun lalu dapat terlaksana lagi.

Turutilah anjuran pemerintah yang lebih mengerti bab kesehatan. Turutilah anjuran dan maklumat dari para kiai, gawagis pengasuh pondok. Demi kemaslahatan semua pihak. Mari bermuhasabah, kita ini benar-benar ikhlas mencari ridla-Nya atau untuk ego kita sendiri, benar ngurmat guru atau memperturut nafsu kita sendiri.

Selamat hari Santri 2020

Untuk Santri Popongan, Simak Haul dari jauh. Ikuti Dzikir, Tahlil dari sosial media. Siap-siap kembali ke Pondok.

Salam sehat, Salam #Mascitajarum dari Rewang Pondok

Posting Komentar

0 Komentar