Header Ads

Memaknai Hadits "Adzan Masih Boleh Makan"

Ilustrasi: Pixabay/Myriam Zilles
PecintaUlamaID

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ ( رواه أحمد )

Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah bersabda: "Jika kalian mendengar kumandang adzan, sedangkan piring masih ada ditangannya (masih belum selesai makanya) maka jangan letakkan piring tersebut, sehingga selesai hajatmu." (HR. Ahmad)

Dari hadits di atas, salah satu da’i kondang Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa: "Diperbolehkan menyantap makanan ketika adzan masih berkumandang." Padahal, jika diteliti lebih jauh, ada dua masalah dalam hadits tersebut, yaitu: cacat di matan (makna dzohirnya) dan cacat periwayatan (sanad).

Pertama, cacat pada matanya. Hadits tersebut menyalahi aturan tegas dari al-Qur'an:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

"Dan makan minumlah kalian sehingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." (QS. al-Baqoroh : 187)

Al-Qur'an menyatakan secara jelas bahwa batasan makan dan minum sahur itu sampai masuknya waktu fajar shidiq (fajar yg benar). Jika sudah masuk adzan, berarti wajib bagi kita meninggalkan santap sahur.

Hadits tersebut juga menyalahi beberapa hadits shahih yang lain, baik yang lebih banyak kuantitasnya dan lebih kredibel periwayatnya. Salah satunya, menyalahi hadits yang diriwayatkan sayidah Aisyah dan Ibnu Umar :

عن ابن عمر وعائشة رضي الله عنهم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ .( رواه البخاري ومسلم)

"Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Aisyah, Rasulullah bersabada: "Sesungguhnya Bilal itu mengkumandangkan adzan diwaktu malam, maka makanlah dan minumlah hingga adanya kumandang adzan dari Ibnu Umi Maktum (adzan kedua pertanda sudah masuk waktu subuh." (HR. Bukhori dan Muslim)

Dan hadits diatas juga diperkuat dengan beberapa hadits lain yang semakna, diantaranya: Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas'ud, Tsamroh bin Jundub, Anisah bint Khubaib, Mursal Abdurahman bin Tsauban, dan lain-lain.

Kedua, cacat pada periwayatanya (sanadnya). Ibn Abu Hatim berkomentar dalam kitabnya:

يحكم على حديث أبي هريرة الذي رواه : [ حماد ، عن عمار بن أبي عمار ، عن أبي هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم ] بأنه معلول بالوقف ... والصواب أنه موقوف على أبي هريرة ، أي أنه من كلامه ، وليس من كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم (ابن أبي حاتم الرازي في كتاب العلل : 1/123-124 )

“Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dinyatakan sebagai cacat dengan terputus (mauquf)….hadits tersebut hanya sampai pada Abu Hurairah atau merupakan perkataan beliau, bukan perkataan Rasulullah.” (Lihat : Kitab al-Ilal, Juz 1/123)

Terakhir, ada juga yang perbendapat bahwa makna hadits dari diperbolehkanya santap sahur ketika masih waktu adzan, itu adalah 'adzan yg pertama' (yg dikumandangkan oleh sayidina Bilal). Sedangkan adzan kedua, jelas tidak diperbolehkan.

Kesimpulannya: bahwa pernyataan terkait diperbolehkanya makan dikala masih dikumandangkanya adzan itu merupakan pernyataan yang tidak benar, karna selain dalilnya bermasalah juga menyalahi nash al-Qur’an dan al-Hadits lain, juga semua ulama pendiri madzhab meyatakan batal jika waktu adzan subuh dikumandangkan masih menelan makanan.

Tangerang, 6 Mei 2020.
*) Dosen Ma'had Aly Sa'idusshiddiqiyyah Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar