PecintaUlamaID - Salah satu kebiasaan kelompok di luar Ahlussunnah wal Jama'ah an-Nahdliyah (Aswaja NU), dalam hal ini adalah kelompok Wahabi adalah selalu mempermasalahkan amaliyah yang dilakukan oleh golongan Aswaja NU.
1. Tidak Maulidan
Bagaimana mungkin Imam Syafi'i melalukan Maulid, lha Maulid baru dikenal di masa Malik Muzaffar, 549 H, sementara Imam Syafi'i 204 H?
2. Tahlilan
Tahlilan memiliki rangkaian membaca Al-Qur'an. Ternyata Imam Syafi'i menganjurkan membaca Al-Qur'an di kuburan dan pahalanya sampai kepada orang yang wafat:
Saya senang jika di kubur dibacakan Al-Qur'an, juga didoakan untuk mayit. Tidak ada waktu khusus untuk hal itu (Al-Umm, 1/322)
3. Selametan
Selamatan ada banyak bentuk. Pengikut Mazhab Syafi'i di Indonesia sangat gemar melakukan selamatan, pindah rumah, punya kendaraan baru dan sebagainya. Kalau ini yang dimaksud maka dianjurkan oleh Imam Syafi'i:
Kalau yang dimaksud selamatan adalah berkumpul di rumah duka saat kematian, Imam Syafi'i sebatas menyatakan Makruh, bukan haram:
Saya tidak senang Ma'tam, yaitu berkumpul meskipun tidak ada tangisan. Sebab hal itu dapat menimbulkan kesedihan baru, memaksakan biaya berdasarkan riwayat Jarir (Al-Umm, 1/318)
4. Dzikir Dan Doa Suara Keras
Asy-Syafi'i berkata: Jika ada imam melakukan zikir dengan apa yang telah saya sebutkan dengan suara keras atau lirih maka sama-sama BAGUS. Tetapi saya memilih agar imam dan makmum berzikir setelah salat dengan suara lirih (Al-Umm, 1/150)
5. Musik
Imam Syafi'i berkata:
Mari kita perhatikan dulu. Di masa Nabi sudah ada alat musik bernama Duf, sejenis terbangan. Namun para Sahabat -juga ulama Mazhab di masa awal- menemukan hal berbeda sehingga bersikap keras terhadap musik:
Setelah negeri Persia dan Romawi ditaklukkan maka menjadi jelas bagi para Sahabat tentang tradisi nyanyian mereka dengan lagu-lagu yang tersusun, alat musik dan syair-syair yang mengungkap hal-hal haram seperti minuman keras dan gambar-gambar wanita cantik yang membangkitkan syahwat, secara watak akan disukai oleh nafsu, dengan alat musik yang dapat melalaikan, dapat mengeluarkan dari kewajaran. Maka para Sahabat mengingkari nyanyian dan mendengarkannya, mereka melarangnya dan bersikap keras kepadanya (Ibnu Rajab, Fathul Bari 8/427)
Maka, akan dijumpai dalam Mazhab Syafi'i sebuah pendapat yang membolehkan atau menghukumi makruh terhadap musik selama di dalamnya tidak ada unsur-unsur haram seperti dalam uraian di atas.
Kiai Ma'ruf Khozin, Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim
0 Komentar