Header Ads

Benarkah Hari Ibu Menyerupai Orang Kafir?

Ilustrasi: istockphoto

Sering ditemukan perdebatan di tengah masyarakat mengenai hukum memperingati atau merayakan hari ibu. Ada yang keukeuh dengan kebolehan memperingati hari ibu, begitu pula sebaliknya ada juga yang berpendapat tidak boleh karena menyerupai orang kafir.

Di tulisan ini akan membahas mengenai kebenaran hari ibu itu menyerupai orang kafir ataukah tidak yang telah dibahas oleh Kiai Ma'ruf Khozin di akun facebooknya.

***

Dalam banyak hal kita memang diperintahkan oleh Nabi kita, Sayidina Muhammad shalallahu alaihi wasallam agar tidak sama dengan orang di luar agama kita, khususnya Yahudi dan Nasrani. Misalkan masalah Salam seperti dalam hadis berikut:

ﻟﻴﺲ ﻣﻨﺎ ﻣﻦ ﺗﺸﺒﻪ ﺑﻐﻴﺮﻧﺎ، ﻻ ﺗﺸﺒﻬﻮا ﺑﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﻻ ﺑﺎﻟﻨﺼﺎﺭﻯ، ﻓﺈﻥ ﺗﺴﻠﻴﻢ اﻟﻴﻬﻮﺩ اﻹﺷﺎﺭﺓ ﺑﺎﻷﺻﺎﺑﻊ، ﻭﺗﺴﻠﻴﻢ اﻟﻨﺼﺎﺭﻯ اﻹﺷﺎﺭﺓ ﺑﺎﻷﻛﻒ

"Orang yang menyerupai dengan selain kami bukanlah termasuk golongan kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi dan Nasrani. Salam orang Yahudi adalah dengan isyarat jari. Dan salam orang Nasrani adalah isyarat dengan telapak tangan" (HR Tirmidzi)

Lalu apakah setiap ada kesamaan dengan agama harus ditinggalkan? Tidak juga, ulama kita memberikan dua kriteria tasyabuh yang tidak diperbolehkan. Syekh Ibnu Najim Al-Misri dari Madzhab Hanafi berkata:

ﺛﻢ اﻋﻠﻢ ﺃﻥ اﻟﺘﺸﺒﻴﻪ ﺑﺄﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺷﻲء ﻭﺇﻧﺎ ﻧﺄﻛﻞ ﻭﻧﺸﺮﺏ ﻛﻤﺎ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺇﻧﻤﺎ اﻟﺤﺮاﻡ ﻫﻮ اﻟﺘﺸﺒﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﺬﻣﻮﻣﺎ ﻭﻓﻴﻤﺎ ﻳﻘﺼﺪ ﺑﻪ اﻟﺘﺸﺒﻴﻪ ﻛﺬا ﺫﻛﺮﻩ ﻗﺎﺿﻲ ﺧﺎﻥ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ اﻟﺠﺎﻣﻊ اﻟﺼﻐﻴﺮ ﻓﻌﻠﻰ ﻫﺬا ﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ اﻟﺘﺸﺒﻪ ﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﻋﻨﺪﻫﻤﺎ

"Ketahuilah bahwa tasyabuh (menyerupai) dengan ahli kitab tidak makruh dalam semua hal. Kita makan dan minum, mereka juga melakukan hal itu. Keharaman dalam tasyabuh adalah (1) Sesuatu yang tercela (2) Kesengajaan meniru mereka. Sebagaimana disampaikan oleh Qadli Khan dalam Syarah Jami' Shaghir. Dengan demikian jika tidak bertujuan menyerupai ahli kitab maka tidak makruh" (Al-Bahr Ar-Raiq 2/11)


Ketentuan kita melakukan sebuah peringatan disampaikan oleh Mufti Al-Azhar, Syekh Athiyyah Shaqr:

ﻓﺎﻟﺨﻼﺻﺔ ﺃﻥ اﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﺄﻳﺔ ﻣﻨﺎﺳﺒﺔ ﻃﻴﺒﺔ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ﻣﺎ ﺩاﻡ اﻟﻐﺮﺽ ﻣﺸﺮﻭﻋﺎ ﻭاﻷﺳﻠﻮﺏ ﻓﻰ ﺣﺪﻭﺩ اﻟﺪﻳﻦ

Kesimpulan, peringatan dengan momen apapun yang baik, adalah boleh. Selama tujuan dibenarkan dan pelaksanaan berada dalam koridor agama (Fatawa Al-Azhar)

Kita pun telah tahu bahwa tujuan dalam hari Ibu adalah hal yang dibenarkan dalam Islam. Cara melaksanakan hal tersebut juga berupa sedekah, jamuan, dan cara lain yang tidak sampai melanggar hukum Islam.

Terlebih lagi masalah ini sudah difatwakan oleh Syekh Ali Jumat dari Mesir. Menurut Syekh Ali Jum'ah, merayakan hari ibu hukumnya boleh. Karena hukum asalnya menghormati ibu adalah perkara baik.

ﻣﺎ ﺣﻜﻢ الإﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﻌﻴﺪ الأم ؟
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : - ﺍﻟﻰ ﺍﻥ ﻗﺎﻝ - ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻓﺈﻥ الإحتفال ﺑﻌﻴﺪ الأم ﺃﻣﺮ ﺟﺎﺋﺰ ﺷﺮﻋﺎ ﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻨﻪ ولا ﺣﺮﺝ ﻓﻴﻪ ﻭﺍﻟﻔﺮﺡ ﺑﻤﻨﺎﺳﺒﺎﺕ ﺍﻟﻨﺼﺮ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﺟﺎﺋﺰ ﻛﺬﻟﻚ . ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻤﺮﺩﻭﺩﺓ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻋﻠﻰ ﺧﻼﻑ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﺷﻬﺪ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻷﺻﻠﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺮﺩﻭﺩﺍ ولا ﺇﺛﻢ ﻋﻠﻰ ﻓﺎﻋﻠﻪ ﻭﷲ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ

Artinya: "Apa hukum memperingati hari ibu? Jawab: (hingga perkataan berikut). Sesungguhnya hukum memperingati hari ibu itu termasuk kategori perkara yang jaiz (boleh) secara syariat yang tidak ada larangannya, serta rasa gembira atas kesempatan kemenangan dan lain-lain juga diperbolehkan. Sedangkan yang dimaksud dari bid'ah yang tertolak adalah apa yang terjadi pertentangan dengan syariat. Adapun apa yang disaksikan oleh Syari'ah asalnya, tidak terbukti, juga tidak ada dosa pada orang yang melakukannya. Wallahu a'lam. (Doktor Ali Jum'ah, Al Bayan Hlm: 58 )

Kiai Ma'ruf Khozin, Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim

Posting Komentar

0 Komentar